Uang merupakan alat transaksi yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti membeli sesuatu dan lainnya. Namun, tahukah kamu, uang memiliki sejarah yang panjang. Tidak serta merta langsung ada uang seperti yang kita gunakan saat ini. Uang mengalami berbagai transformasi dari zaman ke zaman. Hal ini bisa kita lihat dari kemunculan uang tempo dulu dan sekarang yang telah mengalami perubahan. Baik dari segi bentuk maupun nilai nominalnya.
Begitupun halnya dalam islam. Uang dianggap sebagai alat transaksi untuk jual-beli maupun kegiatan lainnya. Sebenarnya, kemunculan dan penggunaan uang telah ada sejak zaman Rasulullah. Hanya saja berbeda dalam segi bentuknya. Namun, memiliki tujuan yang sama yakni sebagai alat pembayaran yang sah. Lalu, bagaimana awal mulai munculnya uang dalam islam? Dan bagaimana transformasi uang dari zaman ke zaman? Selengkapnya di bawah ini.
Awal Mula Munculnya Uang Dalam Islam
Seperti kita ketahui, sebelum adanya uang, sistem perekonomian khususnya jual beli menggunakan sistem barter. Sistem barter ini merupakan sistem yang menukar barang dengan barang atau barang dengan jasa. Namun, sistem barter memiliki kelemahan-kelemahan dalam praktiknya. Sehingga dianggap tidak efektif jika dilaksanakan. Maka dari itu, muncul lah yang namanya emas dan perak atau dinar dan dirham. Kata dinar berasal dari bahasa Romawi yang berarti denarius, sedangkan dirham berasal dari bahasa Persia yaitu drachma.
Masuknya dinar dan dirham sebagai mata uang ke jazirah Arab tidak lepas dari pengaruh ekspansi pedagang Syam dan pedagang Yaman. Pengaruh ini diberasal dari bangsa Romawi dan bangsa Persia. Penggunaan dinar dan dirham menjadi standar penetapan ukuran dalam bertransaksi atau jual beli bahkan pada masa Rasulullah. Saat itu, Rasulullah sudah menetapkan standar ini dalam bentuk uqiyah, dirham, mitsqal dan dinar. Ukuran ini pun yang kemudian digunakan dan terkenal oleh masyarakat Arab saat itu.
Saat itu, dinar dan dirham diproses bobot dan kandungan emasnya oleh seorang sahabat bernama Arqam bin Abi Arqam, yang merupakan ahli menempa emas dan perak ketika itu. Dari penjelasan diatas, kita ketahui bahwa mata uang yang digunakan pada awal Islam adalah dinar dan dirham. Hal ini telah terbukti dengan jejak-jejak peninggalan yang masih tersimpan rapi hingga detik ini. Salah satunya di museum Paris yang terdapat sebuah koleksi mata uang peninggalan khilafah islam.
Lain halnya pada zaman Rasulullah, zaman Khulafaur Rasyidin mata uang mulai mengalami perkembangan. Pada masa Abu Bakar Ash- Shiddiq, keadaan dan bentuk mata uang dinar dan dirham masih sama dengan masa Nabi Muhammad. Hal ini dikarenakan masa pemerintahannya yang relatif singkat. Selain itu juga, khalifah masih fokus dalam membenahi masalah sepeninggal Rasulullah wafat. Seperti banyak yang murtad dan enggan membayar zakat.
Mata uang dinar dan dirham Islam, awal dicetak pada masa khalifah Umar bin Khattab. Awalnya mata uang ini dicetak dengan menggunakan tulisan Arab pada setiap sisinya. Namun, seiring waktu, khalifah Umar mulai melakukan perubahan pada mata uang ini dengan menambahkan unsur atau nuansa Islam di dalamnya seperti penggunaan tulisan Alhamdulillah, Muhammad Rasulullah, Laa Ilaha Illa Allah dan nama Umar. Pada masa ini, ditetapkan pula 1 dirham itu setara dengan 7/10 dinar. Saat masa pemerintahan Umar bin Khattab, pernah tercetus ide untuk membuat uang dari kulit.
Namun, ide ini tidak disetujui oleh sahabat lain. Hal ini dikarenakan nantinya uang tersebut tidak akan bertahan lama dan tidak bisa menyemai intriksi seperti emas dan perak. Pada masa khalifah Usman Bin Affan, mata uang telah dengan gaya baru yakni mengikuti dinar Persia dan menambahkan simbol-simbol islam didalamnya. Didalamnya tertulis tulisan Allahu Akbar. Di tepi mata uang juga terdapat kata-kata menggunakan aksara Khufi yang kurang lebih isinya memuji asma Allah dan Nabi Muhammad. Mata uang masa khalifah islam memiliki ciri yang berbeda dengan mata uang lain.
Mata uang ini baru mengalami percetakan dirham pada saat masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Namun, peredarannya masih terbatas karena saat pemerintahan tersebut kondisi politik sedang memanas. Sehingga, menghambat proses pencetakan. Sebab, saat itu khalifah masih fokus pada sejumlah pemberontakan dan perang yang terjadi seperti perang Unta dan perang Shifin. Pada masa ini, percetakan dirham mengikuti model yang sama dengan khalifah sebelumnya yakni Usman bin Affan. Di dalam dirham tersebut juga terdapat kalimat Bismillah, Rabiyallah, Bismillah Rabbi dengan menggunakan tulisan Khufi.
Perkembangan Uang dalam Sejarah Islam
Perkembangan uang terus mengalami beberapa perubahan setelah berakhirnya masa khalifah. Percetakan uang dirham kembali dilakukan pada saat dinasti Muawiyah. Atau lebih tepatnya pada saat pemerintahan Ziyad. Saat itu uang dirham gaya Persia dicetak dengan menggunakan gambar pedang irak. Meskipun begitu, uang yang dicetak tersebut tidak berbentuk bulat seperti uang logam pada saat ini. Sebab, pencetakan uang logam baru terjadi pada masa Ibnu Zubair. Namun, lagi-lagi percetakan uang masih dilakukan secara terbatas hanya di Hijaz saja. Sedangkan pada masa Mus’ab, percetakan uang mulai mengalami perubahan gaya yakni dengan menggunakan dua gaya, gaya Persia dan gaya Romawi.
Antara tahun 72-74, Bisyri bin Marwan mencetak mata uang yang dinamakan dengan Atawiyya. Sampai zaman ini, penggunaan uang dirham masih menerapkan dua gaya yakni Persia dan Romawi. Kemudian, pada masa pemerintahan Abdul Malik tahun 76 H, pemerintah mendirikan sebuah tempat percetakan uang. Tempat tersebut antara lain adalah Suatu Ajwaj, Sus, Jay, Manadar dan lainnya. Perkembangan mata uang masa ini, dicetak secara terorganisir dan dibawah kendali pemerintahan.
Nilai uang dinar dan dirham ditentukan oleh beratnya. Untuk mata uang dinar mengandung 22 karat emas yang terdiri atas pecahan setengah dinar dan sepertiga dinar. Pecahan ini didapat dari memotong mata uang tersebut. Nilai tukar dinar dan dirham cenderung stabil dengan jangka waktu yang lama. Saat itu, kurs untuk dirham adalah 1:10 yang berarti 1 dinar sama dengan 10 dirham. Sedangkan satu dinar itu terdiri dari 22 karat dan satu dirham itu terdiri dari 14 karat.
Pada masa khalifah Umar, nilai dirham sempat mengalami penguatan. Jika saat masa Nabi, 1 dinar itu setara dengan 10 dirham, maka di masa Umar, 10 dinar itu sama dengan 7 dirham. Namun, pada saat pemerintahan Abdul Malik, terjadi perubahan nilai dinar dan dirham. Abdul Malik mengubahnya menjadi 1 dirham itu adalah 15 karat dan satu dinar itu adalah 4,25 gram.
Itulah penjelasan mengenai awal mulai dan perkembangan mata uang Islam. Sejatinya, pembuatan mata uang mempunyai tujuan yang sama. Hanya saja, dalam segi bentuknya terus mengalami transformasi dan perubahan. Namun, hal tersebut dilakukan semata-mata untuk mempermudah penggunaannya dan menyesuaikan dengan zaman yang semakin berubah.
Meskipun, zaman sudah berubah, penggunaan mata uang islam kuno yakni dirham masih digunakan hingga saat ini. Ada beberapa negara islam yang masih menggunakan dirham sebagai alat pembayaran yang sah seperti Ini Emirat Arab, Irak, Qatar dan lainnya.