Kehadiran bank syariah memberikan warna baru dalam dunia perbankan khususnya di Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara muslim terbesar, rupanya memiliki peranan penting dalam membangun perbankan syariah. Beberapa bank konvensional mulai melirik potensi bank syariah.
Akhirnya mulai menjamurlah bank syariah di Indonesia dan bank ini turut memberikan andil dalam perekonomian nasional. Lalu, bagaimana sih sejarah perbankan syariah di Indonesia? Dan mengapa bank syariah dinilai potensia dalam industri perbankan nasional? Simak selengkapnya di bawah ini.
Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur ibadah saja melainkan juga muamalah. Oleh karena itu, sejatinya konsep bank telah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Pada saat itu, Rasulullah yang mendapatkan gelar Al-Amin kerap dipercaya sebagai tempat menitipkan harta oleh orang-orang mekah. Hal ini terjadi sebelum Nabi hijrah ke Madinah.
Kemudian, perkembangan kegiatan muamalah semakin berkembang saat zaman sahabat nabi. Contohnya seperti saat masa Umar bin Khattab yang telah menggunakan cek untuk pembayaran. Meski cek yang digunakan tidak sama dengan cek sekarang, namun konsep keduanya tetap sama. Sama-sama untuk alat transaksi. Dengan demikian, sejatinya konsep perbankan bukanlah hal baru dalam islam.
Bank syariah atau sering disebut dengan bank islam merupakan perbankan yang dalam pelaksanaannya menerapkan hukum Islam atau sesuai syariat. Atau secara sederhananya, dalam bank syariah kita tidak mengenal riba sebab hal itu diharamkan menurut ajaran agama Islam. Meskipun begitu, bank syariah tetap mendapatkan keuntungan dalam pelayanannya. Hanya saja, bank syariah menerapkan konsep bagi hasil untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini nantinya akan digunakan untuk membiayai sejumlah operasional perbankan.
Melansir dari lama Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, munculnya inisiatif pendirian bank islam di Indonesia sudah dimulai pada tahun 1980 melalui jalur diskusi yang mengangkat tema bank islam sebagai pilar ekonomi Islam. Kemudian, dilakukanlah uji coba penerapan gagasan perbankan islam di Bandung yakni Bait At-Tanwil Salman ITB dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Akhirnya pada tahun 1990, MUI membentuk sebuah kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.
Di tahun yang sama pada bulan Agustus tepatnya tanggal 18-20, diadakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua yang diadakan oleh MUI. Hasil lokakarya ini kemudian dibahas kembali pada Munas ke IV MUI di Jakarta. Munas tersebut menghasilkan amanat pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja ini merupakan tim perbankan MUI yng mempunyai tugas melakukan pendataan dan konsultasi dengan berbagai pihak terkait.
Kelompok kerja tersebut berhasil mendirikan bank syariah pertama di Indonesia dengan nama PT Bank Muamalat Indonesia atau BMI. BMI ini berdiri pada tanggal 1 November 1991. Satu tahun kemudian, Bank Muamalat resmi beroperasi. Masa awal operasinya, bank syariah ini belum mampu mendapatkan respons yang maksimal dalam dunia perbankan nasional. Saat itu, yang menjadi landasan hukumnya hanyalah UU No. 7 tahun 1992 mengenai bank dengan sistem bagi hasil. Sayangnya, landasan hukum ini tidak dijelaskan secara rinci mengenai jenis-jenis usaha yang diperbolehkan di dalamnya.
Kemudian, pada tahun 1998, DPR menyempurnakan UU tersebut dengan UU No 10 tahun 1998. Dengan jelas, UU tersebut menjelaskan mengenai dua sistem dalam perbankan nasional yakni sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Penyempurnaan regulasi ini tentunya disambut baik bagi dunia perbankan syariah. Mereka seperti diberi tempat untuk berkembang. Sehingga, hal ini menyebabkan mulai berdirinya beberapa bank Islam seperti Bank Syariah Mandiri, Bank IFI, Bank Niaga, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, Bank BTN dan lainnya.
Penyempurnaan regulasi ini juga turut menjadi gerbang bagi munculnya landasan-landasan hukum bank syariah lain. Sebab, beberapa tahun kemudian, bermunculan UU yang mengatur mengenai bank syariah khususnya mengenai produk perbankan syariah. Seperti UU No 19 tahun 2008 mengenai Sukuk. Lahirnya UU mengenai Perbankan Syariah turut memberikan dorongan bagi peningkatan jumlah Bank Syariah yang semula berjumlah lima menjadi 11.
Bahkan peningkatan ini hanya berlangsung satu tahun yakni dalam kurun waktu 2009-2010. Dalam tahun berikutnya, perbankan syariah mulai mengalami kemajuan. Seperti dalam bidang lembaganya, infrastruktur, regulasi, sistem pengawasan, dan tak ketinggalan literasi masyarakat mengenai layanan perbankan dan jasa keuangan syariah.
Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Dengan ditetapkannya UU No 21 tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah, industri perbankan syariah nasional mulai mengalami perkembangan. Hal ini seiring dengan adanya penguatan payung hukum perbankan syariah. Perkembangan perbankan syariah mengalami progres yang bisa dikatakan impresif. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan rata-rata aset yang mencapai lebih dari 65% per tahunnya dalam kurun waktu terakhir. Tentunya hal menjadi harapan industri perbankan syariah dapat memainkan peranan penting dalam mendukung perekonomian nasional secara signifikan.
Dalam skala internasional, sistem keuangan syariah menjadi salah satu sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional. Per bulan Juni tahun 2015, industri perbankan syariah terdiri dari 12 Bank Umum Syariah, 22 unit usaha syariah yang dipunya oleh Bank umum konvensional dan 162 BPRS dengan total aset yang mencapai Rp 273, 49 triliyun dengan pangsa pasar sebesar 4,61 %.
Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan serta pengawasan Bank beralih dari Bank Indonesia menjadi OJK. Maka dari itu, pengawasan dan pengaturan pada perbankan syariah dilakukan oleh otoritas jasa keuangan. Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan terus berusaha menyempurnakan dan mengembangkan keuangan syariah. Pengembangan Perbankan syariah ini dipetakan terjadi pada tahun 2020- 2025 demi mewujudkan perbankan syariah yang mampu berdaya saing, resilient dan mampu berkontribusi dalam perekonomian nasional.
Dalam misinya, OJK berusaha membawa tiga arah pengembangan yakni dalam segi penguatan identitas, sinergi ekosistem ekonomi syariah dan penguatan dalam hal regulasi. Berkat berbagai dukungan, pada tahun 2021, lahirlah Bank syariah terbesar di Indonesia yang bernama Bank Syariah Indonesia atau BSI.
Bank Syariah Indonesia ini merupakan penggabungan dari tiga Bank syariah milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) yakni PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank BNI Syariah Tbk dan PT Bank Syariah Mandiri. Kemudian, pada tanggal 1 februari 2021, BSI sudah mulai beroperasi. BSI telah memiliki aset sebesar Rp 245,7 triliyun dengan modal intinya sebesar Rp 20,4 triliyun. Dengan jumlah tersebut, BSI ini dapat berpeluang menjadi top 10 Bank terbesar di Indonesia dalam segi aset.
Saat ini, BSI telah memiliki kantor sekitar 1.200 kantor cabang dan lebih dari 1.700 ATM. Bahkan Bank Syariah Indonesia ini berada di kategori Bank BUKU III. Pada tahun 2025, Otoritas Jasa Keuangan memiliki target bank syariah menjadi pemain di kancah global. Sehingga bisa menembus 10 besar bank syariah dunia dari sisi kapitalisasi pasar.
Itulah, sejarah serta perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Tentunya, keberadaan perbankan syariah dalam dunia nyata telah kita rasakan sendiri manfaatnya. Baik itu dalam produknya atau jenis jasa keuangan lain. Sebab, sekarang ini sudah menjamur industri keuangan dengan menggunakan syariah