Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Pandangan inilah yang mendorong maraknya perbankan syariah. Perbankan syariah memberikan keuntungan kepada penabung dengan sistem bagi hasil dan bukan dengan bunga seperti halnya pada bank konvensional. Hal ini dikarenakan bunga, menurut Majelis Ulama Indonesia, termasuk dalam riba. Selain bunga bank, hukum riba dalam Islam juga menentang praktik-praktik kapitalisme lainnya seperti kartu kredit, kredit kendaraan (motor dan mobil), kredit peralatan rumah tangga, bahkan kredit KPR atau perumahan.
Sebenarnya, konsep riba sendiri tidak hanya ada dalam Islam, melainkan juga Yahudi dan Romawi. Hampir sama dengan konsep riba dalam Islam, konsep riba (bunga) menurut pemahaman bangsa Yahudi dan Romawi pada awalnya juga melarang adanya bunga pinjaman, terlebih bagi orang-orang yang mengalami kemiskinan secara finansial. Akan tetapi, konsep tersebut terus mengalami perkembangan. Pada abad 12 sampai 16, bunga diijinkan namun mengenai haram atau tidaknya bergantung pada niat sang pemberi hutang. Namun pada era abad 16 hingga abad 18, konsep tersebut mengalami perubahan, yakni bunga yang memberatkan tidak diijinkan apalagi jika bunga itu didapatkan dari pinjaman yang dilakukan oleh orang miskin.
Riba menurut konsep Islam dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang yang terdiri atas Riba Qardh dan Riba Jahiliyyah, dan riba jual beli yang terdiri dari Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah. Berikut ini adalah penjelasan tentang jenis-jenis riba:
- Riba Qardh
Yang dimaksud dengan Riba Qardh ialah manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap kreditur (muqtaridh).
- Riba Jahiliyyah
Yang dimaksud dengan Riba Jahiliyyah ialah manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang harus dibayar sebagai sanksi karena kreditur tidak mampu membayar utang tepat waktu pada saat jatuh tempo.
- Riba Fadhl
Yang dimaksud dengan Riba Fadhl ialah riba yang diperoleh pada pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sementara jenis barang pada pertukaran tersebut ialah barang-barang ribawi.
- Riba Nasi’ah
Yang dimaksud dengan Riba Nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara barang ribawi yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian pada penangguhan penyerahan atau penerimaan barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang ribawi lainnya.
Sadar maupun tidak, riba akan membawa dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya. Tentunya sikap negatif para pelaku riba ini juga akan berdampak pada lingkungan sekitar, termasuk rumah tangga. Lantas, efek apa yang ditimbulkan oleh riba dalam rumah tangga? Mari kita simak pembahasan berikut!
- Kehilangan Rasa Simpati dan Kasih Sayang
Beberapa sifat negatif yang melekat pada para pelaku riba diantaranya ialah kikir (pelit), memiliki hati yang keras dan keras kepala, serta meletakkan harta di atas segala-galanya. Karena para pelaku riba tergolong orang-orang yang menyembah harta, maka mereka akan melakukan segala cara agar hartanya kembali bahkan jika perlu mendatangkan keuntungan bagi dirinya.
Orang-orang seperti ini tidak akan memiliki rasa simpati, tidak pandang bulu, dan hanya berfokus pada pemenuhan individunya tanpa memperhatikan lingkungan sekitar termasuk rumah tangga. Mereka tidak akan segan merampas tanpa peduli bagaimana kondisi finansial sang peminjam dan bagaimana imbas perilakunya terhadap hubungan antara debitur dan kreditur di masa yang akan datang.
- Menimbulkan Permusuhan dan Kebencian
Para pelaku riba tidak akan dapat melakukan prinsip saling tolong-menolong dengan tulus. Bagi mereka, prinsip tolong-menolong hanya dapat dilakukan jika ada fulus (uang). Mereka bertumbuh menjadi pribadi yang individu dan hanya peduli pada kepentingan pribadi. Padahal, hubungan relasi dengan masyarakat, termasuk orang-orang dalam keluarga, sesungguhnya jauh lebih berharga dibanding uang dan harta.
- Pemborosan
Para pelaku riba juga mendorong para peminjam uang agar bersikap boros dan menghabiskan lebih banyak uang demi mengumpulkan pundi-pundi uang. Tanpa sadar bahwa dalam suatu rumah tangga, uang adalah harta milik bersama dan bukan milik pribadi (perorangan). Bahkan bukan hanya rumah tangga, para pelaku riba juga berpotensi mendorong pemborosan bagi negara.
Sekian pembahasan mengenai efek riba dalam rumah tangga. Semoga dengan pembahasan berikut anda dijauhkan dari perilaku riba dan lebih bijak dalam memberi pinjaman kepada sesama dengan mempertimbangkan aspek membangun relasi dengan orang-orang di sekitar yang jauh lebih bernilai dibanding uang.