Memiliki rumah hunian merupakan impian bagi semua orang, terlebih bagi yang sudah berkeluarga. Bahkan bagi beberapa orang yang memiliki kelebihan pendapatan, rumah hunian merupakan salah satu wujud aset yang dimiliki sebagai investasi untuk masa yang akan datang. Seiring pertumbuhan penduduk yang kian meningkat setiap tahunnya, angka kebutuhan rumah hunian juga terus mengalami peningkatan. Sayangnya, angka kebutuhan rumah tidak diimbangi dengan jumlah lahan yang tersedia untuk dibangun rumah tinggal. Akibatnya, harga tanah dan rumah kian melambung tinggi. Hal tersebut diperparah dengan adanya inflasi.
Bagi beberapa orang, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) merupakan salah satu cara untuk mendapatkan rumah impian melalui sektor perbankan. Bahkan banyak orang yang berprinsip bahwa “kalau tidak KPR ya tidak beli rumah”. Salah satu langkah mudah mengajukan kredit kepemilikan rumah ialah melalui bank. Syaratnya mudah, anda hanya perlu mengisi formulir aplikasi KPR dan melampirkan beberapa dokumen lainnya.
Pertanyaannya, apakah KPR termasuk salah satu praktik riba? Jawabannya ya. KPR dianggap riba karena merupakan salah satu jenis kredit jangka panjang dari bank. Seperti praktik kredit pada umumnya, KPR menawarkan pinjaman dana untuk membeli rumah tinggal. Setelah pinjaman dana diberikan, maka per bulannya anda harus mengeluarkan biaya untuk mencicil pembayaran pinjaman beserta bunganya. Besar tingkat suku bunga yang harus dibayar disesuaikan dengan tingkat suku bunga pinjaman yang cukup fluktuatif. Tentu saja bagi sebagian orang, KPR cukup membebani para nasabah yang berniat membeli rumah impian. Terlebih, kebutuhan pemilik rumah juga meliputi biaya perawatan.
Karena KPR merupakan praktik riba menurut pemahaman Islam, maka tentunya ada bahaya yang ditimbulkan bagi orang-orang yang memilih menggunakan KPR untuk mewujudkan impian mereka memiliki hunian. Apa saja? Mari kita simak pembahasan berikut!
- Haram
Yang pertama dan pasti, bahaya KPR rumah tentu saja mengenai status haram dari rumah yang dibeli. Hal ini dikarenakan sistem KPR bertentangan dengan prinsip dan ketentuan dalam agama Islam yang intinya berbunyi, “besar pelunasan pinjaman harus sama dengan besar pokok pinjaman” alias tidak diperkenankan adanya suku bunga pinjaman.
- Nilai Pengeluaran Lebih Besar
Maksudnya pokok pinjaman yang lebih besar daripada seharusnya. Hal ini dikarenakan anda harus membayar suku bunga per bulannya selama jangka waktu tertentu. Sehingga apabila nilai rumah sebenarnya 360 juta dan dicicil selama 15 tahun, maka setelah 15 tahun nilai pinjaman anda pasti jauh lebih besar dari 360 juta.
Selain itu, saat mengajukan KPR anda juga diminta membayar DP (down payment) setidaknya 30% dari harga beli rumah. Bagi orang-orang yang berpenghasilan pas-pasan, tentu saja jumlah itu terlalu besar. Sehingga tak jarang untuk memenuhi kualifikasi tersebut, banyak orang yang sampai kelimpungan mencari rumah dengan harga terjangkau.
Rupanya bukan hanya biaya DP yang menjadi masalah, karena KTA (Kredit Tanpa Agunan) tak kalah menjebak. Biasanya supaya dapat melunasi biaya DP yang minimal 30% total harga rumah itu, banyak orang yang memilih mengajukan KTA. Pengajuan KTA dianggap menguntungkan karena syaratnya mudah, pencairan cepat, dan tidak perlu jaminan. Akan tetapi, perlu dicermati bahwa KTA memiliki beberapa kekurangan seperti jangka waktu pelunasan singkat, nominal pinjaman kecil, dan tingkat suku bunga yang besar.
- Biaya Notaris
Kita tentu paham bahwa untuk melakukan transaksi jual beli properti, baik tanah, bangunan, maupun rumah, kita memerlukan bantuan notaris untuk mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan. Biaya yang dibutuhkan untuk mengurus surat-surat melalui notaris ini tergolong besar. Karena itu pada transaksi jual-beli rumah secara tunai (tanpa KPR), para pembeli rumah akan memilih notaris yang dianggap kompeten namun biayanya tidak terlalu mahal. Akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi para pengguna KPR karena pihak bank sendiri yang akan memilih notaris untuk mengurus dokumen terlepas dari besar kecilnya biaya notaris. Walau demikian, biaya notaris tetap dibebankan kepada pembeli rumah.
- Pemilihan Asuransi
Rumah yang dibeli secara kredit biasanya diikutkan asuransi kebakaran dan asuransi jiwa, sebagai tindakan antisipasi apabila terjadi hal yang tidak diinginkan. Yang harus membayar polis tentu saja para kreditur. Namun meski demikian, pihak bank-lah yang berhak menunjuk pihak asuransi dan produk asuransi yang diikuti.
- Developer Nakal
Terakhir adalah para developer nakal yang seringkali membuat pengguna KPR geregetan. Pasalnya setelah kita menandatangani akad KPR, kita tidak bisa melakukan apa-apa terhadap developer, termasuk apabila para developer nakal ini gagal memenuhi target pembangunan rumah atau membangun rumah yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Bahkan ada pula para developer nakal yang mengatakan bebas biaya KPR, administrasi, dan lain-lain padahal semuanya itu sudah termasuk harga pembelian rumah. Lantas bagaimana sikap bank? Tentu saja bank tidak mau tahu. Kita tetap harus membayar cicilan rumah per bulan meskipun kita tidak kunjung menghuni rumah impian.
Semoga bermanfaat!