Salah satu cara untuk melihat ciri-ciri negara maju di bidang ekonomi adalah tingginya pendapatan per kapita dari negara tersebut. Negara yang memiliki pendapatan per kapita yang tinggi tentunya memiliki tingkat kesejahteraan dan taraf hidup yang tinggi, serta cadangan devisa negara yang tinggi, sehingga bisa menekan laju inflasi.
Inflasi disebabkan oleh situasi dimana terjadi kenaikan permintaan melebihi penawaran atau di atas kemampuan produksi atas produk tersebut, kenaikan biaya produksi, mata uang yang beredar terlalu banyak sedangkan jumlah kebutuhan semakin sedikit, serta pengaruh kebijakan moneter internasional. Inflasi terkadang memang tidak bisa dihindari apabila itu terjadi karena kenaikan biaya produksi atau harga barang tersebut di pasar internasional, namun inflasi bisa ditekan dengan berbagai kebijakan moneter.
Inflasi sendiri bisa digolongkan menjadi beberapa jenis, yakni:
- Inflasi Ringan
Terjadi jika kecenderungan harga yang naik dalam setahun kurang dari 10%. Hal ini umum terjadi dan biasanya bisa diatasi segera oleh pemerintah.
2. Inflasi Sedang
Pada tingkat ini, kecenderungan kenaikan harga barang berkisar antara 10-30% per tahun. Kenaikan harga ini, meski belum begitu signifikan, harus di waspadai sebagai kemungkinan terjadinya inflasi yang lebih tinggi, karena tentunya mempengaruhi kesejahteraan rakyat, terutama dari golongan menengah ke bawah.
3. Inflasi Berat
Kenaikan harga barang hingga 30-100% per tahun tentu akan sangat berpengaruh pada kondisi rakyat, dan situasi inilah yang dapat dikatakan sebagai inflasi berat. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah, inflasi berat tentu akan menjadi masalah yang akan sulit diatasi apabila tidak diatasi secara cepat.
4. Inflasi Sangat Berat
Jika inflasi ini terjadi, sudah dipastikan keadaan ekonomi dari negara tersebut akan sangat kacau, karena harga kebutuhan sudah naik hingga diatas 100% per tahunnya. Bahkan jika mengalami inflasi sangat berat, suatu negara maju bisa mundur dan masuk kategori negara berkembang, dan negara berkembang yang mengalaminya juga akan mengalami penurunan tingkatan.
Untuk dapat memprediksi berbagai kemungkinan terjadinya inflasi, dan seberapa buruk tingkat inflasi yang terjadi, kemampuan menghitung dan memprediksi inflasi jelas dibutuhkan. Metode perhitungan inflasi harus dikuasai oleh semua orang yang bergelut di bidang ekonomi dan bisnis, termasuk diantaranya pejabat yang terkait, pengusaha besar, menengah, dan kecil, hingga generasi muda milenial yang kelak akan membangun bangsa.
Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks harga komoditas tertentu dari tahun ke tahun berdasarkan indikator perubahan harga. Indikator perhitungan tersebut adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK ini sendiri adalah nilai yang digunakan untuk menghitung perubahan harga rata-rata terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi sebagai keperluan rumah tangga. Tingkat inflasi dapat juga dihitung dengan menggunakan Gross National Product (GNP) atau Produk Domestik Bruto deflator.
Singkatnya, metode perhitungan inflasi dapat dihitung dengan rumus berikut:
In=((IHKn–IHKn-1)IHKn-1)x100%
atau
In=((DFn–DFn-1)/DFn-1)x100%
Adapun keterangan penjelasan simbol-simbol dari rumus tersebut adalah:
- In: Inflasi
- IHKn: Indeks Harga Konsumen tahun yang diketahui
- IHKn-1: Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya
- DFn: GNP atau PDB deflator berikutnya
- DFn–1: GNP atau PDB deflator tahun sebelumnya
Untuk memahami berbagai penyebab terjadinya inflasi dan metode penghitungannya secara gamblang, yang harus diketahui adalah berbagai teori inflasi. Berikut adalah 3 teori inflasi yang harus diketahui.
1. Teori Kuantitas
Menurut teori ini, inflasi hanya disebabkan oleh satu hal, yaitu akibat bertambahnya jumlah uang yang beredar. Teori yang dikemukakan oleh Irving Fisher ini juga menyatakan bahwa laju inflasi ditentukan oleh ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga barang.
Teori Kuantitas memiliki beberapa kelemahan, karena nyatanya jumlah uang yang beredar tidak dapat memengaruhi secara langsung tingkat konsumsi masyarakat, karena pada dasarnya peredaran uang tidak pernah stabil.
2. Teori Keynes
Berkebalikan dengan teori kuantitas, teori Keynes menyatakan bahwa inflasi justru terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Keadaan seperti demikian ditunjukkan oleh permintaan masyarakat terhadap suatu barang melebihi penawaran yang ada. Hal inilah yang menyebabkan inflationary gap, yang jika berkepanjangan akan menyebabkan inflasi.
3. Teori Strukturalis
Teori ini lebih menjelaskan konsep terjadinya inflasi yang berkepanjangan. Teori ini juga menyimpulkan bahwa inflasi disebabkan oleh infleksibilitas atau kekakuan struktur ekonomi yang ada pada negara tersebut. Kekakuan yang dapat menimbulkan inflasi tersebut adalah kekakuan penerimaan ekspor dan penawaran bahan makanan.
Itulah cara menghitung inflasi, berikut teori dan pemahaman mengenai inflasi itu sendiri. Inflasi dapat ditekan dengan memperkuat segi perekonomian, dan hal tersebut dapat dilakukan jika masyarakat sejahtera dan dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sehingga berbagai akibat inflasi bisa dihindari.