Resesi adalah pertanda buruk bagi perekonomian suatu negara. Ketika suatu negara tidak bisa menyelamatkan diri pada saat resesi, kemungkinan negara tersebut akan menghadapi krisis ekonomi.
Tapi apa itu resesi? Dan bagaimana kita bisa menghadapi krisis ekonomi? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Menurut Julius Shiskin, resesi adalah penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjadi selama dua kuartal berturut-turut.
Menurut Biro Riset Ekonomi Nasional AS (NBER), resesi adalah penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi di seluruh perekonomian, yang berlangsung selama berbulan-bulan atau lebih, dan biasanya tercermin dalam PDB riil, pendapatan riil, dan lapangan kerja. Produksi industri, dan perdagangan grosir – penjualan eceran.
Mengutip dari situs resmi ojk.go.id, resesi ialah keadaan di mana perekonomian suatu negara memburuk. Resesi ditandai dengan turunnya produk domestik bruto (PDB), meningkatnya pengangguran dan pertumbuhan ekonomi riil negatif untuk kuartal kedua berturut-turut.
Sejumlah indikator lain yang muncul di suatu negara dalam resesi adalah penurunan PDB, pendapatan riil, lapangan kerja, penurunan penjualan ritel, dan kemerosotan manufaktur.
Terjadinya resesi juga berarti bahwa ekonomi hanya tumbuh sebanyak 0% bahkan yang terburuk, persentase pertumbuhan ekonomi minus berturut-turut.
Hal itu tentu akan berpengaruh pada kegiatan ekonomi masyarakat. Banyak perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan, sehingga para karyawan terancam dirumahkan. Jika tidak ada pendapatan, maka daya beli masyarakat akan menurun.
Penyebab Resesi
Setidaknya ada enam fenomena besar yang menjadi penyebab negara-negara di dunia bisa mengalami resesi. Penyebab tersebut antara lain:
- Guncangan Ekonomi
Pandemi global COVID-19 adalah salah satu contohnya. Di Indonesia, ketakutan tertular virus telah melumpuhkan hampir semua aktivitas ekonomi. Pandemi menjadi salah satu guncangan ekonomi yang saat ini menyebabkan banyak kerusakan ekonomi.
Masyarakat takut keluar rumah dan pemerintah telah menerapkan kebijakan sosial di rumah (PSBB) secara masif untuk mencegah penyebaran virus. Salah satu dampak dari rendahnya mobilitas masyarakat adalah merosotnya pendapatan di sektor transportasi.
Selain itu pandemi juga mengakibatkan ratusan karyawan mengalami PHK, akibatnya pengangguran meningkat dan aktifitas jual beli menurun.
- Utang Berlebihan
Faktor kedua yang menyebabkan resesi adalah kepemilikan utang yang berlebihan.
Saat seorang individu atau suatu bisnis tidak mampu membayar hutang mereka, maka akan terjadi peningkatan default dan risiko kebangkrutan. Hal tersebut akan mengakibatkan keadaan ekonomi merosot tajam.
- Gelembung Aset
Faktor ketiga adalah adanya gelembung aset. Gelembung aset adalah suatu keadaan di mana harga aset naik secara berlebihan.
Hal ini disebabkan keputusan investasi yang diambil secara emosional karena suku bunga rendah atau program stimulus pemerintah.
Akibatnya investor berbondong-bondong membeli banyak aset, baik berupa saham atau properti. Harga aset pun akan semakin naik seiring dengan banyaknya permintaan. Namun pada akhirnya ‘gelembung’ tersebut akan pecah dan harga aset menjadi anjlok.
- Inflasi atau Deflasi Berkepanjangan
Resesi juga disebabkan oleh inflasi atau deflasi yang berkepanjangan. Kedua istilah ini mempunyai arti yang berlawanan.
Inflasi merupakan pergerakan harga yang stabil yang naik dari waktu ke waktu. Hal itu bukan hal yang buruk. Namun saat kenaikan harga yang ada terlalu tinggi dan terjadi dalam waktu lama, maka akan menurunkan daya beli masyarakat. Yang kemudian akan memulai resesi.
Sedangkan deflasi adalah penurunan harga secara terus menerus dalam waktu lama. Jika hal ini terjadi, maka urusan finansial lain juga akan menurun. Seperti gaji karyawan dan biaya produksi.
Masyarakat akan kehilangan daya beli dan pebisnis akan merugi, yang turut berdampak pada penurunan ekonomi. Ini lah salah satu penyebab daya beli masyarakat turun.
- Perubahan Teknologi
Kemajuan teknologi yang saat ini ada bisa membawa dampak positif sekaligus dampak negatif. Salah satu efek negatifnya adalah mengurangi lapangan pekerjaan.
Banyak perusahaan yang akhirnya beralih menggunakan mesin automatisasi. Selain biaya yang lebih murah, mesin juga bisa memaksimalkan produksi barang.
Tetapi jika teknologi mesin digunakan di semua bidang, maka akan mengakibatkan pengurangan karyawan. Di mana hal tersebut berakibat pada terjadinya resesi.
Tips Menghadapi Resesi
Sebagai masyarakat, kita bisa melakukan beberapa hal untuk mengurangi dampak resesi dan memulihkan perekonomian negara. Berikut tips untuk menghadapi resesi ekonomi.
- Mencari Alternatif Sumber Pendapatan Tambahan di Luar Gaji Tetap
Kita perlu mencari alternatif sumber pendapatan di luar gaji pokok yang kita terima setiap bulan. Saat ini ada banyak pilihan pekerjaan sampingan yang bisa dilakukan oleh karyawan.
Contohnya dengan berjualan online, menjadi pekerja lepas sesuai hobi, atau menawarkan jasa tertentu.
- Pilih Investasi yang Aman
Berinvestasi telah terbukti menjadi cara yang efektif untuk memerangi efek negatif inflasi.
Namun, keputusan investasi yang baik untuk mengantisipasi terjadinya krisis ekonomi global adalah dengan memilih aset investasi yang tergolong aman dan stabil.
Contoh jenis investasi yang aman dilakukan, seperti deposito, emas, dan surat berharga yang diterbitkan pemerintah. Jika ingin berinvestasi di saham, sebaiknya membeli saham di industri yang tahan krisis. Simak cara berinvestasi untuk pemula.
- Identifikasi Ulang Pengeluaran
Menabung bisa menjadi salah satu cara menghadapi resesi. Jangan mudah tergiur untuk membeli kebutuhan yang tidak penting.
Kita bisa mengatur ulang pengeluaran kita dan melakukan evaluasi. Utamakan pengeluaran untuk membeli hal-hal prioritas saja. Sehingga kita tetap memiliki simpanan untuk bulan selanjutnya.
- Hindari Kepanikan
Umumnya saat berita tentang resesi mulai menyebar, masyarakat mulai membeli barang-barang karena panik (panic buying).
Kepanikan tersebut menyebabkan harga-harga naik drastis (inflasi). Karena permintaan pasar melonjak tajam. Sebaiknya kita berbelanja sewajarnya seperti hari-hari biasa. Hal tersebut justru bisa menjaga stabilitas ekonomi masyarakat.