Pembahasan kali ini kita akan membahas lebih dalam mengenai Sejarah Pasar Modal Indonesia.
Awal Mula diadakannya Pasar Modal Indonesia
Pasar modal adalah suatu kegiatan dengan memperjual-belikan obligasi dan efek. Dengan arti lain, pasar modal merupakan suatu sarana bagi perusahaan dan pemerintah untuk memperoleh dana dalam jangka waktu yang panjang dengan cara menjual saham atau obligasi.
Berdirinya Pasar Modal Indonesia sebetulnya sudah cukup lama sejak abad ke-19 di masa pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Sebelum menjadi pasar modal, Belanda membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dananya untuk perkebunan itu berasal dari para penabung/investor orang Belanda dan eropa lainnya yang memiliki penghasilan jauh lebih besar dibandingkan penduduk pribumi dan telah dikelola dengan baik. Atas dasar itulah sehingga pemerintah Belanda mendirikan sebuah pasar modal.
Dengan persiapan yang amat matang, pada 14 Desember 1912 Amserdamse Effectenbeurs resmi mendirikan pasar modal pertama di Indonesia tepatnya di Batavia (sekarang menjadi Jakarta) dengan nama Verreninging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangannya. Efek yang diperdagangkan pada masa itu adalah jual beli saham dan obligasi milik perusahaan Belanda, obligasi pemerintah serta sertifikat saham perusahaan Amerika.
Perkembangan Pasar Modal Indonesia
Masa Perang Dunia
Setelah berjalan dua tahun lamanya, bursa efek di Batavia ini terpaksa ditutup karena terjadi Perang Dunia I dan dibuka kembali pada tahun 1925. Pesatnya perkembangan modal di Batavia menarik perhatian masyarakat kota lainnya. Sehingga pembukaan kembali Bursa Efek Batavia bersamaan dengan pembukaan Bursa Efek Surabaya (11 Januari 1925) dan Bursa Efek Semarang (1 Agustus 1925).
Namun peristiwa Perang Dunia II telah menghentikan aktivitas ketiga bursa efek tersebut dan tutup kembali pada 1942. Penutupan ketiga bursa efek tersebut menimbulkan dampak buruk di mana sangat mengganggu penjualan efek, menyulitkan para pemilik bursa efek, dan berakibat juga pada penutupan kantor pialang serta adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan.
Masa Konfrontasi
Setahun setelah pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, obligasi milik RI dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini menandai bahwa Pasar Modal Indonesia telah aktif kembali. Tepat pada 1 September 1951, Menteri Kehakiman, Lukman Wiradinata bersama Menteri Keuangan, Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo mengeluarkan UU Darurat Pasar Modal 1952. Dengan begitu, bursa efek di Jakarta dibuka kembali setelah terhenti selama 12 tahun.
Sejak itu, bursa efek berkembang dengan pesat walaupun yang diperjual-belikan adalah efek yang dikeluarkan sebelum terjadinya Perang Dunia II. Aktivitas pasar modal semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman surat utang (obligasi) tiga tahun berturut-turut pada tahun 1954,955, dan 1956.
Sayangnya, perkembangan pesat ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958. Hal ini disebabkan karena adanya perseteruan politik yang dilancarkan pemerintah RI kepada Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi di kedua negara. Akibatnya, banyak warga negara Belanda yang meninggalkan Indonesia.
Tingkat inflasi yang terjadi pada waktu itu juga dinilai cukup tinggi sehingga makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal. Penurunan tersebut mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah dan membuat para investor tidak tertarik.
Masa Orde Baru
Pada 10 Agustus 1977, perkembangan pasar modal Indonesia terus berlanjut dan diaktifkan kembali aktivitas pasar modal oleh Presiden Soeharto serta membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). BAPEPAM merupakan sebuah lembaga pemerintah yang kekuasaannya di bawah Departemen Keuangan. Sehingga tanggal 10 Agustus ini diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
Pembukaan pasar modal tersebut ditandai dengan emitmen pertama PT. Semen Cibinong yang go public. Namun di tahun 1989, perdagangan bursa efek ini dinilai begitu lambat. Karena jumlah emitmen yang mencatat sahamnya hanya sedikit dan kecilnya volume transaksi perdagangan di BPI.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, berbagai deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah akan menetapkan kebijakan Paket Desember 1987. Kebijakan Paket Desember bertujuan untuk membantu perusahaan yang ingin berinvestasi sekaligus jalan masuk investor asing bisa menjadi pemodal di Indonesia.
Sejak itulah, akhirnya pasar modal kembali bangkit. Bahkan kebijakan ini dinilai menjadi sebuah titik awal dari positifnya pertumbuhan pasar modal di Indonesia.
Masa Sekarang
Kedua Bursa Efek di Indonesia yakni Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya digabung namanya menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan pada tahun 2011, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai diperkenalkan kepada masyarakat.
Di tahun 2019, terjadi peningkatan jumlah investor pasar modal yang sangat signifikan. Pertumbuhan investor pasar modal mencapai 53% menjadi 2,4 juta Single Investor Identification (SID) meliputi investor saham, reksadana, dan surat utang. Pada Mei 2020, jumlah SID sudah mencapai 2,8 juta atau meningkat 13% dari akhir 2019.
Di tahun 2021 ini, walaupun dalam kondisi pandemik Covid-19 namun bukan lah menjadi tantangan bagi Pasar Modal Indonesia. Bahkan perkembangan pasar modal Indonesia tumbuh sangat pesat. Pasar modal Indonesia mampu mencatat 51 perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO). Bahkan pencapaian ini merupakan IPO tertinggei se-ASEAN. Tentunya peningkatan jumlah investor tersebut dapat memberikan dampak positif bagi pasar modal.