Pajak Negara merupakan pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat. Hasil pemungutan Pajak Negara kemudian digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur dalam negeri. Menurut Direktorat Jendral Pajak, Pajak Negara dibedakan menjadi lima jenis yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Di Indonesia, Pajak Penghasilan bersifat progresif, yaitu persentase pajak yang bertambah tinggi dengan semakin besarnya nilai objek yang dikenai pajak. Sedangkan yang menjadi objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun (Direktorat Jendral Pajak, 2012). Jenis-jenis Pajak Penghasilan diatur dalam PPh Pasal 21 sampai dengan Pasal 25 sebagai berikut:
- PPh Pasal 21
Yang menjadi subjek pajak menurut PPh 21 meliputi pegawai, penerima pensiun, penerima honorarium, penerima upah serta orang pribadi lainnya yang menerima/memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak. Sedangkan yang menjadi pengecualian subjek pajak meliputi pejabat pejabat perwakilan diplomatik dan pejabat perwakilan organisasi internasional beserta staf.
- PPh Pasal 22
yang mengatur tentang pajak yang dikenakan kepada bendahara pemerintah, produsen dan industri kertas, industri semen, industri baja serta industri otomotif. Pajak ini berlaku atas barang impor, barang lelang, barang penjualan hasil produksi, pembelian bahan industri serta properti dan kendaraan pribadi yang bernilai lebih dari Rp 5 miliar. Tarif pajak ini bervariasi, untuk impor, dikenakan pajak sebesar 7,5% (tujuh setengah persen), untuk penjualan hasil produksi berkisar antara 0,1% (sepersepuluh persen) s.d. 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) berdasarkan jenis barang hasil produksinya dan untuk pembelian barang untuk produksi sebesar 2,5 % (dua setengah persen).
- PPh Pasal 23
yaitu PPh yang meliputi pajak dividen), hadiah, sewa tanah dan bangunan serta imbalan jasa. Tarif yang diatur dalam PPh Pasal 23 adalah 15 % (lima belas persen) untuk pajak dividen dan hadiah, serta 20% (dua puluh persen) untuk pajak sewa tanah dan bangunan serta imbalan jasa. (Baca juga: Fungsi Pasar Modal dalam Perekonomian)
- PPh Pasal 24
PPh yang dikenakan terhadap penghasilan dari warga negara Indonesia yang diterima di luar negeri.
- PPh Pasal 25
PPh yang mengatur perkiraan angsuran pembayaran pajak untuk pendapatan perusahaan.
- PPh Pasal 26
Mengatur tentang pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak luar negeri atas penghasilan yang didapat dari Indonesia, yang meliputi imbalan jasa, penjualan, royalti, sewa, hadiah dan pensiun. Hal ini diterapkan berdasarkan asas pemungutan pajak domisili yang berlaku di Indonesia (Baca juga: Asas Pemungutan Pajak)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Tarif PTKP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016, dibagi menjadi tiga kategori yaitu Wajib Pajak Tidak Kawin dan Memiliki Tanggungan, Wajib Pajak Kawin dan Wajib Pajak Kawin di mana penghasilan suami dan istri digabung. Sedangkan untuk PTKP pribadi dihitung sebesar Rp 54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan.
Tarif Pajak
- Penghasilan kena Pajak (PKP) s.d. Rp 50 juta, dikenai pajak 5% (lima persen).
- Penghasilan kena Pajak (PKP) Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta, dikenai pajak 15% (lima belas persen).
- Penghasilan kena Pajak (PKP) Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta, dikenai pajak 25% (dua puluh lima persen).
- Penghasilan kena Pajak (PKP) di atas Rp 500 juta, dikenai pajak 30% (tiga puluh persen).
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap peredaran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Pajak ini berlaku baik bagi konsumen yang bersifat individu atau perorangan maupun perusahaan dan pemerintah. PPN merupakan jenis pajak tidak langsung dan bersistem tarif tunggal yaitu 10% (sepuluh persen) untuk semua objek yang dikenai pajak. Meski hampir semua barang terkena PPN, barang-barang mentah seperti hasil tambang dan barang-barang yang bersifat kebutuhan pokok seperti beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging potong mentah, susu perah dan buah-buahan tergolong barang tidak kena PPN.
3. Pajak Atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
Selain dikenai PPN, penjualan barang mewah juga dikenai PPnBM sebesar 10% (sepuluh persen) hingga 200% (dua ratus persen). PPnBM diatur dalam Undang-Undang No. 42 tahun 2009 pasal 8. Menurut undang-undang tersebut, barang yang dikategorikan sebagai barang mewah adalah barang yang bukan kebutuhan pokok serta dikonsumsi untuk menunjukkan status oleh sekelompok masyarakat tertentu dengan penghasilan di atas rata-rata atau barang yang apabila dikonsumsi dapat mengganggu kesehatan, keamanan dan moral.
4. Bea Meterai
Bea meterai adalah pajak yang dikenakan pada dokumen perdata atau dokumen pengadilan seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga dan efek yang memuat jumlah uang atau nominal tertentu sesuai dengan ketentuan (Direktorat Jendral Pajak, 2012). Sedangkan dokumen yang tidak terkena pajak bea meterai adalah dokumen-dokumen seperti ijazah, surat penyimpanan dan angkutan barang/penumpang, bukti pengiriman, konosemen, tanda terima gaji, uang pensiun dan tunjangan, kwitansi pajak, dokumen tabungan dan surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah Pajak Negara yang dibayar tahunan terhadap kepemilikan atas tanah dan atau bangunan. Sejak 1 Januari 2010, PBB pedesaan dan perkotaan menjadi Pajak Daerah, namun bagi daerah yang belum menerbitkan peraturan daerah s.d. 31 Desember 2013, maka PBB pedesaan dan perkotaan untuk daerah tersebut masih dipungut oleh Pemerintah Pusat. Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan tetap merupakan Pajak Negara.
Adapun subjek yang dikenai PBB adalah individu atau badan yang secara nyata memiliki hak, menguasai dan atau menerima manfaat atas bumi dan atau bangunan. Dasar pengenaan PBB dihitung dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan per wilayah, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Untuk menentukan NJOP, dilakukan 3 macam pendekatan. Pendekatan data pasar yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai objek yang sejenis, pendekatan biaya yaitu pendekatan dengan cara menghitung biaya pembangunan bangunan serta pendekatan pendapatan untuk NJOB tambang atau perairan. Sedangkan untuk besarnya NJOPTKP, ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000 untuk setiap wajib pajak dan NJKP sebesar 40% dari NJOP yang bernilai lebih dari Rp 1 miliar dan 20% untuk NJOP yang bernilai kurang dari Rp 1 miliar.