Tujuan utama suatu negara adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam upaya mencapai tujuan itu, pemerintah selaku pelaksana negara melakukan berbagai hal yang disebut sebagai pembangunan. Di mana pembangunan tersebut berupa pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia, dan sebagainya.
Untuk dapat melakukan pembangunan tersebut, pemerintah memerlukan suatu alat untuk mempermudah proses pembangunan agar bisa berjalan terarah. Alat yang dimaksud berupa sebuah rancangan. Layaknya membangun sebuah rumah, sang pemilik rumah membutuhkan denah atau rancangan bangunan rumah. Agar rumah yang dibangun bisa sesuai dengan keinginannya. Begitu pula dengan pembangunan negara. Diperlukan denah atau rancangan pembangunan negara yang sesuai dengan tujuan, visi dan misinya. (Baca juga : Kebijakan Moneter Ekspansif)
Alat inilah yang disebut APBN atau Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Dengan APBN, pemerintah bisa menentukan apa saja yang ingin dicapai dalam program pembangunan negara. Tentu saja hal itu harus disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku. Karena APBN maupun perangkat pemerintahan lain selalu diatur melalui hukum undang-undang. Apa saja dasar hukum APBN itu? Berikut pemaparannya.
Pengertian APBN
Sebelum menginjak pada dasar hukumnya, perlu kita pahami terlebih dahulu apa itu APBN.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, menejemen, dan kebijakan ekonomi. APBN atau Anggaran Pendapatan Belanja Negara adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat. Pengertian ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003. (Baca juga : Karakteristik Ekonomi Syariah)
Dalam rangka meraih tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea IV, dibentuklah pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintah dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menciptakan adanya hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Maka hal itu perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.
Sebagai negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas hukum dan berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara tidak boleh bertentangan dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal Keuangan, disebutkan bahwa APBN ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang. Dan ketentuan mengenai pajak serta pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain tentang keuangan negara sesuai dengan amanat pasal 23C diatur dengan undang-undang. (Baca juga : Manfaat Pasar Tenaga Kerja)
APBN berupa daftar sistematis dan terperinci yang memuat tentang rencana penerimaan dan belanja atau pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). Yang ditetapkan dalam undang-undang terkait APBN meliputi APBN itu sendiri, perubahan APBN, serta pertanggungjawaban APBN setiap tahun.
Dasar Hukum APBN
Seperti yang telah disinggung di atas, APBN memiliki dasar hukum dalam pelaksanaannya. Dasar hukum tersebut yaitu sebagai berikut :
- Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang tertinggi dalam struktur perundang-undangan Indonesia. Oleh sebab itu, pengaturan tentang keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang dasar ini.
Dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 1 ini menyatakan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara ditetapkan setiap tahun. Selain itu, bahasan tentang APBN juga termuat dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen IV pasal 23. Yaitu mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (Baca juga : Organisasi Perdagangan Dunia)
Berikut bunyi pasal 23 tersebut :
Ayat (1) = Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanankan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ayat (2) = rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
Ayat (3) = Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu. (Baca juga : Faktor Pertumbuhan Ekonomi)
- Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Yang tercakup dalam undang-undang ini meliputi hal baru dan atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara seperti : Pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, Kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, Pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Pimpinan Lembaga, Susunan APBN dan APBD, Ketentuan penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan bank sentral, pemerintah daerah, dan pemerintah/lembaga asing, Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, Penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD. (Baca juga : sebab Sebab Kelangkaan)
Undang-undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan Indonesia yang mengacu pada perkembangan standar akuntansi di lingkungan pemerintah skala internasional.
Selain itu, ketentuan tentang penyusunan dan penetepan APBN dalam undang-undang ini meliputi : Penegasan tujuan dan fungsi anggaran pemerintah, Penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, Pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, Penyempurnaan klasifikasi anggaran, Penyatuan anggaran, dan Penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran. (Baca juga : Kebijakan Ekonomi Internasional)
- Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Pembentukan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertujuan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah sebagaimana telah diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, artinya bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintah yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. (Baca juga : Manfaat Pasar Valuta Asing)
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah mencakup pembagian keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah secara proporsional, demokratis, adil serta transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah.
Cakupan yang terdapat dalam UU No.33 Tahun 2004 yaitu : Prinsip kebijakan perimbangan, Dana pendanaan pemerintah daerah, Sumber penerimaan daerah, Pendanaan asli daerah, Dana perimbangan, Lain-lain pendapatan, Pinjaman daerah, Obligasi daerah, Pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi, Dana dekonsentrasi, Dana tugas pembantuan, Sistem informasi keuangan daerah. (Baca juga : Manfaat Pasar Uang)
Terdapat 5 langkah dalam penyusunan APBN. Langkah tersebut yaitu :
- Perencanaan
- Pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)
- Pelaksanaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)
- Pengawasan
- Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
Dalam penyusunannya, APBN memegang asas-asas berikut :
- Pembiayaaan negara didasarkan pada kemampuan negara, sedang pinjaman luar negeri digunakan sebagai pelengkap.
- Peningkatan efisiensi dan produktivitas.
- Penajaman prioritas pembangunan, dalam arti APBN harus mengutamakan pada pembiayaan yang lebih bermanfaat. (Baca juga : Pengertian Pasar Bebas)
Secara garis besar, APBN memiliki struktur sebagai berikut :
- Pendapatan negara dan hibah
- Belanja negara
- Keseimbangan primer
- Surplus atau defisit anggaran
- Pembiayaan
Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-umdag di atas, perlu dilakukan pemeriksaan oleh suatu badan pemeriksaan keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E UUD 1945. (Baca juga : Prinsip Prinsip Bisnis)