Dalam catatan sejarah dunia perbankan, terbentuknya bank syariah pertama kali pada tahun 1963 di Mesir. Awalnya dibentuknya bank syariah adalah sebagai proyek percobaan dalam membentuk fungsi perbankan (selain bank) untuk menghimpun dana dari masyarakat. Praktik berbasis syariah ini kemudian semakin merambah ke beberapa negara, salah satunya Pakistan yang mencoba menerapkan sistem bank syariah dalam bentuk bank koperasi pada tahun 1966. Munculnya Islamic Development Bank sebagai lembaga keuangan Islam multilateral di tahun 1975 merupakan titik puncak semakin banyak bermunculan bank-bank syariah yang lebih luas lagi penyebarannya di banyak negara.
Indonesia mulai menerapkan sistem bank syariah di tahun 1992. Sambutan akan munculnya bank syariah disambut baik oleh masyarakat Indonesia karena pada proses perbankan diterapkannya nilai-nilai Islam, dimana hal ini tentu sangat sesuai bagi masyarakat Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Setelah era reformasi, perkembangan bank syariah di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini didasari atas diterbitkannya UU No.10 tahun 1998 oleh pemerintah dan Bank Indonesia yang memberikan kekuatan hukum dalam perluasan jumlah kantor dan operasi bank-bank syariah untuk semakin lebih memperbesar pengaruhnya dalam memperkenalkan layanan-layanan yang dimiliki oleh bank syariah ke masyarakat luas, sehingga memberikan kontribusi bagi perekonomian negara. (baca juga : peran bank indonesia)
Munculnya bank syariah di indonesia akan menawarkan wacana baru yang berbeda dengan bank konvensional pada umumnya dan menciptakan dual banking system atau sistem perbankan ganda. Dalam fungsi operasi jelas bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Bank syariah dalam pelaksanaan seluruh kegiatan usaha akan berdasar pada prinsip-prinsip dan nilai Islam, yang mana pada praktiknya tidak lagi mengenal bunga dan unsur-unsur yang tidak jelas keabsahannya. Karena tidak menerapkan bunga, maka keuntungan dari praktik kegiatan bank syariah lebih pada sistem bagi hasil keuntungan secara adil, transaksi jual beli, dan sewa. (baca juga : ekonomi syariah)
Prinsip-Prinsip Bank Syariah
Bank syariah dalam penerapan semua kegiatannya harus mengikuti aturan-aturan dalam Islam, prinsip-prinsip yang digunakan dalam perbankan harus memenuhi unsur-unsur berikut ini.
- Tidak memberlakukan sistem bunga (riba).
- Adanya larangan praktik untuk kegiatan yang bersifat spekulatif dan tidak produktif (maysir).
- Tidak terlibat dengan hal-hal yang bersifat meragukan (gharar).
- Tidak digunakan untuk hal-hal yang merusak dan ilegal (bathil).
- Ruang lingkup hanya sebatas pada kegiatan yang dinyatakan halal.
(baca juga : prinsip ekonomi syariah)
Sumber Dana Bank Syariah
Sumber dana bank syariah diperoleh dengan cara menghimpun dana dari nasabah yang kemudian digunakan untuk menggerakkan seluruh kegiatan perbankan yang berpengaruh pada kegiatan perekonomian. Perputaran dana diperlukan untuk memperoleh keuntungan yang kemudian keuntungan ini akan dibagi antara bank dan nasabah dengan menerapkan prinsip mudharabah (bagi hasil) yang seadil-adilnya sesuai dengan kesepakatan yang sudah terjalin di awal penerimaan dana.
Berikut ini merupakan sumber-sumber dana bank syariah yang diperoleh dari beberapa cara, yaitu.
1. Modal
Diantara sumber dana yang lain, modal merupakan sumber yang paling penting sejak awal sebelum dibentuknya bank syariah. Modal itu sendiri merupakan dana pribadi yang berasal dari para pemilik yang menyerahkan sebagian dana mereka sebagai bentuk dan tanda bahwa mereka merupakan pemegang saham di bank tersebut.
2. Rekening Giro (Current Account)
Seperti pada bank conventional lainnya, bank syariah juga menerima simpanan atau tabungan dalam bentuk rekening giro dari nasabah. Dana ini kemudian oleh bank syariah akan diterima sebagai bentuk wadi’ah atau titipan. Dengan kesepakatan bersama atas penggunaan dana tersebut, pihak bank dapat menggunakan dana tersebut untuk kegiatan perbankan. Sementara itu bank memberikan jaminan kepada nasabah bahwa dana yang sudah diserahkan sewaktu-waktu bisa diambil kembali.
(baca juga : bank dengan bunga deposito tertinggi)
3. Rekening Tabungan (Saving Account)
Layanan dari bank syariah yang memungkinkan menerima simpanan atau tabungan dalam bentuk rekening tabungan dari nasabah. Penggunaan dana yang diterima dalam bentuk rekening tabungan dapat digolongkan menjadi 3 jenis kesepakatan, yaitu.
- Wadi’ah atau titipan. Meskipun dalam rekening giro juga mengenal istilah wadi’ah, namun wadi’ah yang dimaksud dalam rekening tabungan ini memiliki penerapan yang berbeda. Dalam rekening tabungan, wadi’ah diartikan titipan yang bisa digunakan oleh bank dengan lebih fleksibel untuk mendapatkan keuntungan, hasil dari keuntungan tersebut akan dibagi dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan yang terjadi di awal.
- Qardh atau pinjaman kebajikan. Maksudnya pinjaman kebajikan disini adalah bank menerima dana dari nasabah yang mana dengan disertai kesepakatan tanpa diberlakukan adanya bunga dari dana yang dipinjamkan. Dana ini dapat digunakan bank untuk segala kegiatan perbankan yang menguntungkan dan hasil keuntungan dari kegiatan tersebut kemudian akan dibagi dengan nasabah sesuai dengan kesepakan yang ada.
- Mudharabah atau bagi hasil. Mudharabah umumnya akan diintegrasikan dengan rekening investasi berjangka. Mudharabah bukan hanya sistem bagi hasil saja, namun juga membagi resiko kerugian yang mungkin akan terjadi. Artinya ketika nasabah menyerahkan dana tersebut ke bank, maka bank diperbolehkan untuk menggunakan dana tersebut untuk menjalankan kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan akan dibagi bersama dan jika terjadi kerugian investasi maka kerugian juga akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.
Dari ketiga jenis rekening tabungan ini yang paling umum digunakan hanya ada dua yaitu wadi’ah dan mudharabah.
(baca juga : kelebihan dan kekurangan menabung di bank)
4. Rekening Investasi Umum (General Invesment Account)
Rekening investasi umum disebut juga dengan investasi tidak terikat merupakan dana yang dihimpun oleh bank syariah dari dana simpanan para nasabah, dimana dana ini umumnya merupakan tabungan berjangka pendek. Tujuan penghimpunan dana dalam rekening investasi umum lebih pada keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih daripada hanya sekedar mengamankan tabungan. Prinsip yang digunakan dalam penggunaan dana ini adalah mudharabah atau bagi hasil antara bank syariah dengan nasabah. (baca juga : produk-produk bank syariah)
5. Rekening Investasi Khusus (Special Invesment Account)
Rekening investasi khusus atau istilah lainnya adalah investasi terikat merupakan penghimpunan simpanan tabungan dari nasabah yang diperuntukkan untuk mendanai sebuah proyek yang dikelola oleh bank syariah. Dimana dalam pengalokasian dana ini, para nasabah diberikan kebebasan penuh dalam menentukan proyek mana yang menurut nasabah lebih menguntungkan untuk berinvestasi. Pemanfaatan dana ini akan disepakati dengan prinsip mudharabah. Rekening investasi khusus lebih mengutamakan mengelola dana yang besar, sehingga kebanyakan dari nasabahnya merupakan Investor besar dan Institusi-institusi khusus.
(baca juga : investasi reksadan syariah)
6. Obligasi Syariah
Obligasi tidak hanya dikenal oleh bank konvensional saja, namun bank syariah juga mengenal obligasi atau di bank syariah lebih umum disebut obligasi syariah. Obligasi syariah merupakan alternatif sumber dana yang bisa digunakan untuk jangka panjang (diatas 5 tahun). Prinsip yang diterapkan dalam obligasi syariah bisa dengan mudharabah (bagi hasil) atau ijarah (sewa). (baca juga : instrumen investasi)
Fungsi Bank Syariah
Kehadiran bank syariah yang kemudian menempatkannya sejajar dan berdampingan dengan bank konvensional, tidak serta merta fungsi dari adanya dual perbankan ini akan saling melemahkan satu sama lain. Namun hadirnya sistem bank syariah menjadi alternatif lain dalam menjawab kebutuhan untuk berinvestasi atau menabung terutama bagi masyarakat Islam.
Bank Syariah secara umum memiliki 2 peran utama, yaitu.
- Sebagai badan usaha (tamwil). Fungsi bank syariah sebagai badan usaha meliputi beberapa fungsi, yaitu sebagai manager investasi yang menarik dana dari para nasabah dan investor. Selain sebagai manager investasi bank syariah juga menempatkan dirinya sebagai investor yang akan menyalurkan dana untuk kegiatan-kegiatan yang akan memperoleh keuntungan. Fungsi lain dari bank syariah adalah sebagai jasa perbankan yang memberikan pelayanan berupa jasa keuangan, jasa non-keuangan, dan jasa keagenan.
- Sebagai badan sosial (maal). Yang dimaksud dengan badan sosial adalah bank syariah berlaku sebagai pengelola dana dalam menyerap dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah.
(baca juga : peran penting bank syariah)
Pada dasarnya kegiatan usaha bank syariah dan bank konvensional mengarah pada tujuan yang sama, yaitu menghimpun dana dari nasabah dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dana untuk kegiatan investasi yang mampu memberikan keuntungan. Perbedaan antara kedua perbankan ini adalah penerapan prinsip operasional bertolak belakang, dimana dalam sistem perbankan konvensional mengenal dan memberlakukan istilah bunga.
(baca juga : perbedaan bank konvensional dan bank syariah)
Penerapan bunga memang memberikan keuntungan bagi bank konvensional dan bagi negara-negara yang bukan Islam, model seperti ini memang sudah biasa dan wajar terjadi. Namun dengan adanya praktik bunga akan sangat berbeda responnya jika diterapkan di negara Islam. Bunga atau dalam Islam disebut riba merupakan bentuk praktik transaksi yang dilarang karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip nilai Islam. Dengan hadirnya bank syariah tentu menjadi jawaban yang tepat bagi negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam seperti di Indonesia. Bank syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya terhindar dan bebas dari praktik bunga dan kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan tuntunan agama. Karena tidak lagi berbasis pada bunga, bank syariah mendapat keuntungan dari adanya bagi hasil, jual beli, dan sewa.
(baca juga : peran bank syariah)